Presentasi dari kelompok 5 membahas mengenai tema "Tubuhku adalah Milikku" untuk lebih jelasnya bisa disimak materi di bawah ini:
Ustadz Adriano Rusfi menyampaikan, yang harus diperhatikan adalah apakah anak sudah merasakan diferensiasi fitrah seksualitas dalam bentuk teladan dari kedua orang tuanya. Sudahkah ia melihat *perbedaan signifikan* antara sang ayah dan sang ibu baik dalam sikap, peran dan pembagian tugas kehidupan.
Jika contohnya tidak tampak dengan signifikan bisa jadi anak akan mengalami _sexual and gender confuse_ saat proses mengidentifikasi dirinya.
🌷 *Paradigma orang tua*
Paradigma orang tua adalah tantangan bagi penumbuhan fitrah seksualitas. Paradigma merupakan faktor pembentuk pola asuh. Paradigma sendiri dibentuk oleh pengalaman, informasi dan pola asuh orang tua sendiri.
Jika orang tua memiliki paradigma pendidikan atau penumbuhan fitrah seksualitas adalah hal tabu hal maka dia akan memiliki preferensi untuk tidak melakukan stimulasi fitrah seksualitas bagi anak-anaknya. Atau jika orang tua memiliki paradigma bahwa laki-laki dan perempuan itu setara maka tidak perlu ada pembedaan yang signifikan terhadap laki-laki dan perempuan.
dr. Amir Zuhdi seorang Praktisi Neuro Parenting mengatakan dalam pengasuhan dan pendidikan anak, setiap orangtua & guru harus mengerti dan memahami bagaimana otak anak dan otak dirinya bekerja dan memahami bagaimana otak anak tumbuh dan berkembang.
Kesalahan stimulasi atau ketidak tepatan pemilihan stimulasi yang sesuai dengan usia atau tumbuh kembangnya justru akan menjadi bumerang bagi perkembangan anak. Demikian juga dalam hal penumbuhan fitrah seksualitas, tiap tahap usia memiliki metode yang berbeda.
🍁 *Tantangan Eksternal Keluarga:*🍁
🌱 *Pandangan masyarakat*
Cara pandang masyarakat merupakan salah satu tantangan dalam proses penumbuhan fitrah seksualitas. Terkadang ayah bunda menjadi ragu2 atau enggan karena dianggap beda dengan masyarakat umumnya.
Kebanyakan saat ini secara umum masyarakat masih belum menyadari pentingnya stimulasi fitrah seksualitas pada anak, sebagian menganggapnya tabu, sebagian cuek merasa tidak penting bahkan menganggap aneh.
Misalnya, banyak kita temui anak2 yang belum dikenalkan dengan aurat sejak dini, buka aurat di tempat umum, pipis sembarangan sehingga tampak alat genitalnya, dll. Setelah terjadi kasus2 kekerasan seksual pada anak, barulah tersadarkan, itupun masih sebagian kecil yang berkesempatan mendapatkan edukasi.
🌱 *Kebijakan pemerintah*
Kebijakan pemerintah yang bisa dipandang sebagai tantangan bagi penumbuhan fitrah seksualitas adalah *Pengarusutamaan Gender (PUG)* yang wajib dilaksanakan oleh institusi2 pemerintahan terkait di semua sektor.
Apa yang dianggap sebagai tantangan ?
Tujuan utama PUG adalah memberikan hak atas layanan/anggaran pemerintah yang sama antara laki2 & perempuan, orang dewasa & anak2, masyarakat dg tingkat ekonomi yg rendah maupun tinggi, dll
Namun dalam prakteknya sebagian orang justru fokus pada perbedaan istilah antara jenis kelamin dg gender bahkan secara ekstrim mempertentangkan.
Jika dilihat dr sudut pandang fitrah seksualitas hal ini tidak sejalan.
Bahkan ada sebagiannya lagi yang menggunakannya sebagai dasar legalitas LGBT.
🌱 *Pemikiran-pemikiran yang bertentangan dengan fitrah*
Ini adalah tantangan terbesar di Era Milenial. Para ahli parenting sejak lama sudah memperingatkan bahaya pemikiran2 yg tidak sejalan dengan fitrah, namun rata2 keluarga Indonesia belum _aware_ atas persoalan2 demikian
Ibu Elly Risman, Ust. Adriano Rusfi, Ustadz Harry, dll menyampaikan betapa pengabaian pendidikan atas fitrah seksualitas ini akan mengundang banyak permasalahan2 sosial. Saat ini sudah cukup banyak kasus2 yang terjadi , penyimpangan sosial semacam pornografi, pornoaksi, pelecehan seksual, dll atau penyimpangan seksual semacam LGBT, sodomi, pedofil, dll yang korbannya adalah anak2 atau sebaliknya pelakunya adalah anak2.
🌻*Tantangan Internal Keluarga:*🌻
1. Orang tua harus sepenuhnya ada untuk anak
Orang tua memiliki peranan aktif untuk perkembangan anak. Jika anak laki-laki kurang kasih sayang ayah, ayah tidak dekat dengan anak, emosi anak akan terganggu. Kalau laki-laki cenderung akan nakal, seks bebas, dan narkoba, sedangkan anak perempuan akan depresi dan melakukan seks bebas.
Sedangkan jika sebaliknya, maka anak laki-laki akan tumbuh dengan emosi tidak stabil, apatis dan menjadi lelaki kasar dan egois. Pada anak perempuan akan menjadi tomboy, kurang peka serta penyendiri dan pemalu.
2.️ Dibutuhkan attachment (kelekatan)
Hubungan emosi anak dengan orang tua harus dekat. Dibutuhkan attachment antara ayah dan anak, juga ibu dengan anak. Dekatnya pun bukan sekadar kulit ke kulit, melainkan dari jiwa ke jiwa.
Dalam penelusuran siroh Nabi Muhammad SAW, ternyata memang sosok ayah dan ibu tidak boleh hilang sepanjang masa anak, sejak lahir sampai aqilbaligh di usia 15 tahun.
3.️ Tujuan pengasuhan jelas
Elly Risman, pendiri Yayasan Kita dan Buah Hati pernah melakukan riset terhadap pasangan suami-istri berusia 25-45 tahun, apakah mereka menentukan tujuan pengasuhan yang jelas. Hasil risetnya menunjukkan tidak semua pasangan menyepakati apa tujuan mereka.
Jadi yang perlu diperhatikan adalah menyusun lagi, merumuskan lagi pola pengasuhan, mendiskusikan bersama pasangan, lalu menyepakati. Setelah itu, membuat analisis dan evaluasi, misalnya 3 bulan sekali.
4.️ Mengatur gaya bicara (komunikasi produktif)
Apabila berbicara pada anak harus baik, harus benar, dan tidak berbohong. Setiap orang tua tidak menyalahkan atau membanding-bandingkan anak karena akan membuat komunikasi antara anak dan orang tua terganggu.
Tak hanya itu, hendaknya setiap orang tua selalu mendengarkan perkataan anak mereka, memperhatikan saat mereka bicara, serta mengetahui keunikannya.
5. Pendidikan agama
Pendidikan agama bagi anak sangat penting. Namun tidak dianjurkan memasukkan anak ke sekolah agama tanpa mengetahui basic agama dari orang tuanya.
Pendidikan agama adalah tanggung jawab dan kewajiban orang tua kepada anaknya. “Dalam hal ini, kita mengajarkan agama bukan sekadar supaya mereka bisa mengaji, rajin ke gereja, atau biar bisa salat. Tapi agar mereka suka melakukan itu tanpa harus disuruh nantinya.
6. Mengajarkan anak menahan pandangan
Munculnya “kekacauan otak” pada diri remaja adalah karena orang tua tidak mengajarkan anaknya untuk menjaga dan menahan pandangan.
Ternyata hal ini juga ada di Al-Quran, bahwa kita harus menjaga pandangan. ‘Bencana’ terjadi bisa karena orang tua tidak mengajarkan anaknya untuk menjaga pandangan mereka.
7. Mengajarkan adab pada anak
Ajarkan anak meminta izin masuk kamar, mengenalkan aurat dan menjaganya dari pandangan orang lain termasuk keluarga, serta memisahkan tempat tidur saat berusia baligh dan dilarang satu selimut walau sesama jenis.
8. Mendidik fitrah seksualitas anak sesuai tahapan usia dan pemahaman anak
Inti mendidik fitrah seksualitas adalah terbangunnya attachment (kelekatan) serta suplai keayahan dan suplai keibuan.
Wujudnya adalah kesiapan untuk memikul beban rumah tangga melalui pernikahan, membangun keluarga, menjalani peran dalam keluarga yang beradab pada pasangan dan keturunannya.
🌻*Tantangan Eksternal*🌻
1. Melakukan edukasi tentang pola asuh yang tepat pada anak2 sebagai sarana mencegah permasalahan sosial akibat salah pengasuhan
2. Memberikan edukasi tentang pentingnya kekokohan keluarga sebagai benteng utama serangan pemikiran, pengaruh2 negatif maupun dampak kecanggihan teknologi.
3. Melakukan edukasi pada masyarakat.
4. Melakukan kerjasama, sinergi dan berjejaring dengan pemerintah, institusi swasta dan komunitas2 masyarakat lainnya.
#bundasayang
#fitrahseksualitas
#gamelevel11
Tidak ada komentar:
Posting Komentar