Halaman

Sabtu, 07 Juli 2012

Parangtritis dalam Balutan Rindu



Aku kembali, menginjakkan kaki di pasir pantai parang tritis yang delapan tahun lalu aku singgahi. Sepanjang perjalanan menuju pantai air mata itu kembali terurai sama seperti delapan tahun lalu dan sebab air mata itu masih sama. Rindu.

Ingatanku tentang Ayah kembali, ketika aroma air laut memenuhi indera penciumanku. Waktu telah bergerak cukup lama meninggalkan sebagian kenangan ditempat ini. Aku meninggalkan tawa dan juga air mata di pantai ini delapan tahun yang lalu.

Pantai ini masih tak kuketahui dimana ujungnya…
Sama seperti keberadaan Ayahku yang entah berada di bumi belahan mana
Rindu ini lebih menyesakkan dada, air mata yang tumpah sore ini berkolaborasi dengan rintik hujan dari langit. Apakah aku terlalu rindu? Hingga hujan pun menyanyikan melodi rindu untukku. Ayah, di pantai tadi aku melihat seorang gadis kecil yang menggandeng tangan Ayahnya. Aku ingin melakukan hal itu juga, menggenggam tangan Ayah dengan erat bahkan sangat erat.

Ujung dari keinginan itu hanya air mata, sama seperti waktu yang telah ku lalui. Bertemu denganmu hanya harap yang semu. Kapan jejakmu akan terbaca olehku?
Ayah, aku rindu…

Kubiarkan angin laut menerbangkan rindu ini…
Satu persatu tetes air mata kutinggalkan di pantai parang tritis…
Dengan harap yang lebih dari sebelumnya, aku ingin tahu dimana Ayahku…
Air laut berkilau ditimpa sinar mentari…
Sore ini, ku perjelas rindu bersama perih yang masih menyiksa…
Masih dalam diam dan linangan air mata..