Aku kembali, menginjakkan
kaki di pasir pantai parang tritis yang delapan tahun lalu aku singgahi.
Sepanjang perjalanan menuju pantai air mata itu kembali terurai sama seperti
delapan tahun lalu dan sebab air mata itu masih sama. Rindu.
Ingatanku tentang Ayah
kembali, ketika aroma air laut memenuhi indera penciumanku. Waktu telah
bergerak cukup lama meninggalkan sebagian kenangan ditempat ini. Aku
meninggalkan tawa dan juga air mata di pantai ini delapan tahun yang lalu.
Pantai ini masih tak
kuketahui dimana ujungnya…
Sama seperti keberadaan Ayahku
yang entah berada di bumi belahan mana
Rindu ini lebih menyesakkan
dada, air mata yang tumpah sore ini berkolaborasi dengan rintik hujan dari
langit. Apakah aku terlalu rindu? Hingga hujan pun menyanyikan melodi rindu
untukku. Ayah, di pantai tadi aku melihat seorang gadis kecil yang menggandeng
tangan Ayahnya. Aku ingin melakukan hal itu juga, menggenggam tangan Ayah
dengan erat bahkan sangat erat.
Ujung dari keinginan itu
hanya air mata, sama seperti waktu yang telah ku lalui. Bertemu denganmu hanya
harap yang semu. Kapan jejakmu akan terbaca olehku?
Ayah, aku rindu…
Kubiarkan angin laut
menerbangkan rindu ini…
Satu persatu tetes air mata
kutinggalkan di pantai parang tritis…
Dengan harap yang lebih dari
sebelumnya, aku ingin tahu dimana Ayahku…
Air laut berkilau ditimpa
sinar mentari…
Sore ini, ku perjelas rindu
bersama perih yang masih menyiksa…
Masih dalam diam dan
linangan air mata..